Saturday, May 12, 2012

Misteri Di Balik Jatuhnya Pesawat Sukhoi







Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) menyatakan, saat Sukhoi Superjet 100 menabrak tebing Gunung Salak, Rabu (9/5) pukul 14.33 WIB, cuaca sedang tidak bersahabat. Saat itu Gunung Salak sedang diliputi awan Cumulo Nimbus menjulang setinggi 37.000 kaki (11,1 kilometer).

"Logika sederhananya, pilot akan mencari jalan keluar yang paling aman. Namun, menaikkan pesawat untuk mengatasi awan mungkin dianggap terlalu tinggi, dari 10 ribu kaki harus terbang melebihi 37 ribu kaki. Karena itu, pilihannya hanya mencari jalan ke kanan, kiri, atau bawah," kata Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan LAPAN Thomas Djamaluddin lewat sambungan telepon dari Jakarta, Sabtu (12/5).

Karena itu, kata Djamaluddin, pilihan minta izin menurunkan ke 6.000 kaki. "Permintaan turun mungkin didasarkan pertimbangan ada sedikit celah yang terlihat di bawah, tetapi terlambat memperhitungkan risiko yang lebih fatal dengan topografi yang bergunung-gunung," kata Djamaluddin.

Djamaluddin menguraikan, data MTSAT menunjukkan sekitar waktu kejadian, awan di sekitar Gunung Salak memang tampak sangat rapat dengan liputan awan lebih dari 70 persen. Analisis indeks konveksi yang bisa menggambarkan ketinggian awan juga menunjukkan indeks sekitar 30 yang bermakna adanya awan Cumulo Nimbus yang menjulang tinggi.

Data satelit itu, tambah Djamaluddin, memberi gambaran bahwa saat kejadian pesawat dikepung awan tebal yang menjulang tinggi. Pada saat sebelum jatuh itu diinformasikan pesawat turun dari ketinggian 10 ribu kaki (3 km) ke 6.000 kaki (1,8 km). Padahal tinggi gunung Salak sekitar 2,2 km.

Namun, kata Djamaluddin, analisis ini hanya berdasarkan data satelit cuaca, sekadar untuk memberi jawaban sementara berdasarkan data, bukan berdasarkan spekulasi yang tak berdasar.

"Analisis komprehensif tentang faktor lainnya tentu kita nantikan dari analisis rekamanan penerbangan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), walau tentu saja faktor cuaca tetap tak dapat dikesampingkan," kata Djamaluddin.

Sementara itu, mantan Kepala Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Syamsul Bahri mengatakan, saat berada di dalam kepungan awan seorang pilot memiliki risiko yang tinggi untuk tiba-tiba naik atau tiba-tiba turun.

"Karena itulah, setiap pilot selalu menghindari awan untuk menghindari risiko ini dengan terbang jauh di atas liputan awan. Namun mungkin si pilot belum menguasai medan yang berat ini," kata Kepala Biro Perencanaan BPPT yang berpengalaman menerbangkan pesawat untuk layanan modifikasi cuaca itu. (Metro TV)
thumbnail
Judul: Misteri Di Balik Jatuhnya Pesawat Sukhoi
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh

Artikel Terkait Berita :

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak Dan Sopan, Komentar Spam Tidak Akan Kami Tanggapi. Terima Kasih

 
Copyright © 2013. About - Sitemap - Contact - Privacy
Template Seo Elite oleh Bamz